Selasa, 31 Maret 2015

POTRET KETIDAKADILAN HUKUM DI INDONESIA



POTRET KETIDAKADILAN HUKUM DI INDONESIA
Oleh: Lea Malo
Kuliah di universitas flores
Menurut J.C.T Simorangkir, Hukum adalah peraturan yang bersifat memaksa dan menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat dan dibuat oleh lembaga berwenang.  Secara tidak langsung mengartikan bahwa hukum merupakan  alat yang dibuat untuk menata dan  menimbang yang mengatur kehidupan dalam masyarakat secara tegas. Eksitensi hukum bertujuan untuk mecapai keadilan dan kesejateraan bagi setiap orang yang berhak mendapatkannya.
Hukum mengandung banyak pengertian oleh para ahli yang dirumuskan bahwa hukum merupakan alat  untuk mengatur tindakan individu dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Hukum memiliki sanksi  dan setiap pelanggaran merupakan perbuatan yang dilakukan melawan hukum akan dikenakan sanksi.
Indonesia merupakan negara hukum, negara yang sangat menjunjung tinggi hukum dalam perencanaan dan menjalankan impian negara yang dituangkan dalam UUD 1945.  Dua institusi negara yang berperan dalam penegakan hukum adalah kejaksaan dan kepolisian.
Di Indonesia sejauh mata melihat, telinga mendengar, hukum yang diagungkan sebagai dewa keadilan terlihat timpang. Kekuatan hukum yang ada, tidak mampu mensejaterakan masyarakat umum. Hukum sejatinya adalah benar, namun individu dalam  pelaksanaan dan penegakan yang bertanggung jawab dan diberikan kepercayaan untuk mengatur dan megurus tidak mampu membuat hukum itu sebagai dasar keadilan bagi yang mendapatkan haknya.
Banyak hal yang terjadi di negeri ini, menunjukan hukum tak lagi mampu menjadi alat untuk mensejaterakan kehidupan bersama (bonnum comunie). Masyarakat menjadi bimbang akan keberadaan hukum yang selama ini digunakan untuk menegakan keadilan dalam menata kehidupan sosial dan negara.
Kasus-kasus yang terjadi di Indonesia, salah satunya adalah kasus pencurian kayu jati yang dilakukan oleh seorang nenek yang usianya sekitar 65 tahun yang bernama Asyani. Yang diberitakan bahwa nenek tersebut  mencuri 7 batang kayu jati dari kawasan perhutani di Situbondo, Jawa Timur. Pengakuan dari nenek Asyani mengatakan bahwa kayu jati itu miliknya yang diambil dari kebun keluarganya dan sudah ditebang sekitar  5 tahun yang lalu dan  kasus pencurian ini langsung di proses di meja hijau.
Para pembesar dan pemegang kekuasaan dan orang-orang yang merugikan negara lebih besar, namun disembunyikan dari kemurkaan hukum. Kasus korupsi yang terjadi tidak diadili dengan hukum yang ada dan diberikan hukuman yang ringan bahkan ada yang tidak diadili. 
Banyak hal yang menjadi kenjanggalan, terlihat ketimpangan yang terjadi dari proses peradilan yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang. Kasus nenek Asyani, merupakan salah satu kasus dari banyaknya kasus yang terjadi  di Indonesia ini yang menjadi salah satu kasus bahwa potret hukum yang buruk di Indonesia.
Institusi negara yang diharapkan menjadi salah satu jalan demi mendapatkan keadilan menjadi salah satu hal yang kaku dan lemah dalam pergerakan mencari keadilan bagi masyarakat. Dalam hal ini masyarkat kecil yang seharusnya,  negara yang menjadikan hukum untuk  melindungi mereka memberikan kenyamanan dalam bermasyarakat.
Kasus nenek Asyani menyadarkan kita akan  kewibawaan hukum di Indonesia yang tidak berpihak pada kebenaran untuk mendapatkan keadilan. Hukum memang memaksa siapapun yang melanggarnya.  Bukan hukum yang kita salahkan, tetapi orang-orang yang menjadi penegak hukum yang dinilai kurang mampu menilai dan menimbang sesusai dengan hati nurani lebih melihat siapa yang di diadili dan takut kepada pihak-pihak pemegang kekuasaan.
Negara yang besar ini punya mimpi besar salah satunya adalah mensejaterakan masyarakatnya. Mimpi bukan hanya mimpi dalam tidur, tetapi mimpi adalah harapan, cita-cita bangsa yang harus dicapai dan harus diperjuangkan oleh setiap darah dari ibu pertiwi. Mari kita jadikan bangsa besar ini, bangsa yang nyaman, bangsa yang selalu mejadikan hukum sebagai instrumen untuk mendapatkan keadilan agar setiap insan  saling memberikan senyuman dan tangisan yang mengharukan bukan tangisan ketidakadilan.